Tuesday 20 June 2017

KISI-KISI TEORI PROSES DAN SOSIAL BUDAYA

MATA KULIAH:
TEORI PROSES DAN SOSIAL BUDAYA



HAKIKAT KEBUDAYAAN

A.      Berbagai Rumusan Kebudayaan
       Usaha para pakar untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan apakah hakikat kebudayaan itu, maka dapat disimpulkan bahwa inti dari setiap kebudayaan ialah manusia. Dengan kata lain, kebudayaan adalah khas insani. Hanya manusia berbudaya dan mebudaya. Tidak mengherankan apabila usaha untuk mencari jawaban terhadap hakikat kebudayaan akan mampir dalam pertanyaan mengenai hakikat manusia. Barangkali disinilah terletak afinitas antara pendidikan dan kebudayaan. Kedua-duanya merupakan khas insani oleh sebab itu pendidikan dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
       Menurut Beals dan Hoyer, kebudayaan diturunkan kepada generasi-generasi penerus lewat proses belajar melalui melihat, dan meniru tingkah laku orang lain. Namun kebudayaan itu sendiri bukanlah tingkah laku. Yang dipelajari adalah cara bertindak (the ways of behaving). Cara bertindak manusia didalam lingkunan kebudayaan tertentu mengikuti pola-pola ideal atau pola budaya. Menurut Ruth Benedict, hal ini sebagai pola-pola kebudayaan (patterns of culture). Didalam kaitan ini sangat menarik rumusan pakar yang mengatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu proses dinamis yaitu penciptaan, penertiban, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani.
       Pakar etnologi beranggapan bahwa kebudayaan manusia berkembang dari bentuk primitf kepada bentuk yang modern. Pada umumnya antropologi budaya mengenal relativisme budaya. Hal ini berarti bahwa perbedaan didalam berbagai kebudayaan adalah komplektivitasnya bukan tinggi rendah derajatnya. Setiap kebudayaan itu unik dan terus berkembang. Tidak ada suatu kebudayaan yang statis. Selain itu, dalam setiap kebudayaan terdapat suatu unsur-unsur universal yang berlaku dalam setiap anggotanya, dan ada pula unsur-unsur kekhususan yang dianut oleh selinggintir orang.
B.     Rumusan Edward B.Taylor
            Menurut Edward B. Taylor dalam bukunya Primitive Culture yang terbit tahun 1871 mengenai budaya antara lain:
            “Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

            Berbagai definisi tentang keterkaitan antara proses pendidikan dan pembudayaan.
1.      Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti bahwa kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari bagian-bagian.
2.      Kebudayaan merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang material artinya berupa bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni dan sebagainya.
3.      Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya kelompok-kelompok keluarga.
4.      Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hukum, adat-istiadat yang berkesinambungan.
5.      Kebudayaan merupakan suatu realitas yang objektif, yang dapat dilihat.
6.      Kebudayaan diperoleh dari lingkungan.
7.      Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing tetapi yang hidup didalam suatu masyarakat tertentu.

       Definisi Taylor juga memberikan penekanan kepada factor manusia yang memeperoleh nilai-nilai tersebut dari masyarakatnya. Hal ini berarti betapa pentingnya masyarakat manusia didalam perkembangan manusia itu sendiri. Selain itu, definisi Taylor juga menyebut berbagai kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakatnya.
       Rumusan Taylor juga menunjukkan tidak adanya perbedaan antara kebudayaan dan peradaban. Kesamaan arti ini pula juga dianut oleh Koentjaraningrat. Mengenai kesamaan dan perbedaan arti kedua istilah ini telah diuraikan pada bagian awal. Beberapa ahli memberikan perbedaan antara kedua pengertian tersebut. Ada yang memberikan arti peradaban (civilization) sebagai nilai-nilai yang halus didalam kebudayaan, termasuk kemajuan teknologi, tatakrama, dan sebagainya.
       Dalam rumusan Taylor juga ditekankan betapa pentingnya peranan nilai-nilai didalam kebudayaan. Tidak dapat kita menggambarkan kebudayaan tanpa nilai-nilai. Selama Orde Baru kita lihat nilai-nilai luhur Pancasila yang hidup dan berkembang didalam kebudayaan Indonesia telah direduksi menjadi pengetahuan mengenai nilai-nilai yang terlepas atau dengan yang lain. Akibatnya, kita lihat Pancasila lebih merupakan pengetahuan daripada penghayatan serta perwujudan nilai-nilai tersebut didalam kehidupan bersama. Pendidikan telah dilepaskan dari kaitannya yang hakiki dengan kebudayaan. Sedangkan, pendidikan sendiri adalah suatu hal yang normative sebagaimana kebudayaan itu sendiri adalah normative.
       Adanya keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat bukan berarti bahwa kehidupan individu hanyalah sekadar skrup didalam kehidupan bersama masyarakat. Yang diperlukan adalah adanya kebebasan individu yang bertanggungjawab dalam mengikuti keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini berari bahwa kesadaran hukum dan tunduk kepada hukum yang berlaku merupakan syarat yang diperlukan dalam suatu kehidupan yang berketeraturan.
       Kebudayaan merupan suatu proses pemanusiaan artinya dalam kehidupan berbudaya terjadi perubahan, perkembangan, motivasi. Proses pemanusiaan diarahkan kepada apa yang pantas diinginkan (diserable). Hidup demokrasi adalah hidup yang diarahkan kepada sesuatu yang diserable.
       Bahwa kebudayaan memberikan petunjuk atau pengaruh dari proses humanisasi. Kebudayaan memberi arah bagi perkembangan pribadi dalam bentuk struktur dinamika yang ada dan arah dari kebudayaan tersebut didalam lingkungan sesama manusia. Selanjutnya kita lihat bahwa kebudayaan merupakan yang kompleks dan tidak dapat diredusir hanya dalam satu atau beberapa nilai saja misalnya nilai iptek, atau kepercayaan atau seni saja, tetapi merupakan suatu kompleks dari nilai-nilai keseluruhan. Mengabaikan beberapa nilai kebudayaan pada gilirannya akan menghasilkan suatu proses pemanusiaan yang kurang lengkap.
       Melihat kepada nilai-nilai kebudayaan yang beragam, kompleks, dan terintegrasi, maka proses pendidikan tidak dapat dilihat dari satu titik pandang saja tetapi harus menggunakan pandangan yang multidisipliner seperti filsafat, antropologi, sosiologi, biologi, psikologi, dan seterusnya. Bahwa kebudayaan adalah normatif karena diarahkan oleh suatu kompleks nilai-nilai yang diakui bersama didalam suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan sendirinya adalah suatu proses normative, bukan buta nilai.

C.    Pandangan Ki Hadjar Dewantara
       Mengkaji Ki Hadjar Dewantara Bapak Pembangunan Pendidikan Nasional tentang konsepnya mengenai kebudayaan nasional. Konsep Ki Hadjar Dewantara tersebut dikenal dengan teori Trikon. Menurutnya, kebudayaan berarti buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yanitu alam dan zaman (kodrat dan manusia). Dalam perjuangan tersebut terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran guna mencapai dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Rumusan tersebut mengandung beberapa hal penting yaitu: 1) kebudayaan selalu bersifat kebangsaan (nasional) dan mewujudkan sifat atau watak kepribadian bangsa. Inilah sifat kemerdekaan kebangsaan dalam arti cultural. 2) tiap-tiap kebudayaan menunjukkan keindahan dan tingginya adat kemanusiaan pada hidup masing-masing bangsa yang memilikinya. Keluhuran dan kehalusan hidup manusia tersebut selalu dipakainya sebagai ukuran, 3) tiap-tiap kebudayaan sebagai buah kemenangan manusia terhadap kekuatan alam dan zaman selalu memudahkan dan melancarkan hidupnya serta member alat-alat baru untuk meneruskan kemajuan hidup dan memudahkan serta memajukan dan mempertinggi taraf kehidupan.
       Usaha-usaha manusia mengembangkan kebudayaannya, Ki Hadjar Dewantara mengemukakan hal-hal sebagai berikut: 1) Pemeliharaan kebudayaan haruslah termasuk memajukan dan menyesuaikan kebudayaan degan pergantian alam dan zaman, 2) oleh karena isolasi, kebudayaan akan kemunduran dan matinya hubungan kebudayaan dengan kodra dan masyarakatnya, 3) Pembauran kebudayaan mengharuskan adanya hubungan dengan kebudayaan lain yang dapat mengembangkan memperkaya kebudayaan sendiri, 4) kemajuan kebudayaan harus berupa lanjutan langsung dari kebudayaan sendiri (kontinuitas), menuju kearah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi) dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian didalam lingkungan kebudayaan dunia (konsentritas).
       Pembinaan kebudayaan nasional Indonesia menurut Ki Hadjar Dewantara adalah 1) adanya kesatuan alam dan zaman, kesatuan sejarah dahulu dan sekarang, maka kesatuan kebudayaan Indonesia hanyalah merupakan soal waktu dalam perwujudannya, 2) sebagai bahan untuk membangun kebudayaan kebangsaan Indonesia diperlukan sari-sari dan puncak-puncak kebudayaan yang terdapat diseluruh daerah Indonesia dijadikan sebagai modal isinya, 3) dari luar lingkungan kebangsaan perlu diambil bahan-bahan yang dapat mengembangkan dan memperkaya kebudayaan kita sendiri, 4) didalam memasukkan bahan-bahan, baik kebudayaan daerah kebudayaan asing perlu diingat syarat-syarat Trikon dari perkembangan kebudayaan, 5) dalam rangka kemerdekaan bangsa tidak cukup hanya berupa kemerdekaan politik, tetapi juga kesanggupan dan kemampuan mewujudkan kemerdekaan kebudayaan bangsa, yaitu kekhususan dan kepribadian dalam segala sifat hidup dan penghidupanya diatas dasar adab kemanusiaan yang luas, luhur dan dala. Rumusan Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 mengenai kebudayaan dijiwai oleh konsep Ki Hadjar Dewantara. Penjelasan Pasal 32 tersebut berbunyi: kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.
       Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa memang seyogyanya pendidikan akal harus dibangun setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, dan selebar-lebarnya agar peserta didik dapat membangun perikehidupannya lahir batin sebaik-baiknya.
       Pendidikan kita telah terisolasi dari kebudayaan sehingga menghasilkan peserta didik yang berakal tetapi tentu bermoral. Pendidikan mempunyai arti atau hakikat didalam proses pendidikan itu sendiri sebagai proses kebudayaan atau pembudayaan. Pranata social sekolah telah diisoliasikan dari keseluruhan kebudayaan dan telah diarahkan pada pencapaian kemampuan intelektual semata-mata.
       Dengan demikian, antara pendidikan dan kebudayaan tidak ada garis pemisah bahkan merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi didalam proses pemanusiaan. Rumusan Koentjaraningrat untuk menjaring afinitas hakikat pendidikan dan hakikat kebudayaan. Koentjaraningrat merumuskan kebudayaan sebagai “keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, berserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Rumusan Koentjaraningrat mengenai hakikat kebudayaan tersebut menunjukkan dengan jelas afinitas hakikat pendidikan didalam kebudayaan.













KESIMPULAN

       Kebudayaan merupan suatu proses pemanusiaan artinya dalam kehidupan berbudaya terjadi perubahan, perkembangan, motivasi. Proses pemanusiaan diarahkan kepada apa yang pantas diinginkan (diserable). Hidup demokrasi adalah hidup yang diarahkan kepada sesuatu yang diserable.
       Bahwa kebudayaan memberikan petunjuk atau pengaruh dari proses humanisasi. Kebudayaan memberi arah bagi perkembangan pribadi dalam bentuk struktur dinamika yang ada dan arah dari kebudayaan tersebut didalam lingkungan sesama manusia. Selanjutnya kita lihat bahwa kebudayaan merupakan yang kompleks dan tidak dapat diredusir hanya dalam satu atau beberapa nilai saja misalnya nilai iptek, atau kepercayaan atau seni saja, tetapi merupakan suatu kompleks dari nilai-nilai keseluruhan. Mengabaikan beberapa nilai kebudayaan pada gilirannya akan menghasilkan suatu proses pemanusiaan yang kurang lengkap.

       Koentjaraningrat merumuskan kebudayaan sebagai “keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, berserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Rumusan Koentjaraningrat mengenai hakikat kebudayaan tersebut menunjukkan dengan jelas afinitas hakikat pendidikan didalam kebudayaan. 

0 comments:

Post a Comment