Tuesday, 20 June 2017

KISI-KISI UTS MID TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (TBP)

MATA KULIAH TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (TBP)


MATA KULIAH : TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



¨           HAKEKAT PENDIDIKAN
           
            Pendidikan sangat penting sekali karena pendidikan adalah fundamen dari pendidikan seorang anak selanjutnya. Hasil dari pendidikan akan diperoleh seorang serta dapat menentukan pendidikan anak selanjutnya. Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan - Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.[2]
Juga dapat diungkap bahwa pendidikan dalam masyarakat adalah tempat mengenal konsep-konsep dan sikap-sikap dalam pergaulan, terutama perilaku dalam hidup bermasyarakat.

         Pendidikan adalah aktivitas dan usaha untuk meningkatkan kepribadian manusia dengan jalan membina potensi-potensi pribadi, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, budi nurani) dan jasmani (panca indera serta ketrampilan-ketrampilan). [3]
         Dari pengertian-pengertian tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak  sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya. Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain.
         Kegiatan belajar yang ada dapat dihayati oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat di amati oleh orang lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami oleh pelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dalam proses belajar, diperlukan kondisi belajar yang bagus dalam menunjang kegiatan belajar mengajar.
         Kondisi belajar dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dialami siswa dalam melaksanakan belajar. Gagne dalam bukunya “Condition of Learning” (1977) menyatakan “The occurence of learnings inferred from a differences in human being’s performance before and after being placed in a learning situation”. Terjadinya belajar pada manusia dapat disimpulkan bila terdapat perbedaan dalam penampilan atau kinerja manusia sebelum dan sesudah ia menyatakan bahwa “kondisi belajar adalah



suatu situasi belajar (learning situation) yang dapat menghasilkan perubahan perilaku (performance) pada seseorang setelah ia ditempatkan pada situasi tersebut.[4]
Gagne membagi kondisi belajar atas dua, yaitu :
1.Kondisi internal (internal condition): kemampuan yang telah ada pada diri individu sebelum ia mempelajari sesuatu yang baru. Kondisi internal ini dihasilkan oleh seperangkat proses transformasi (information processing theory Gagne).
2.Kondisi eksternal (external condition) adalah situasi perangsang di luar diri si belajar. Kondisi belajar yang diperlukan untuk belajar berbeda-beda untuk setiap kasus. Jenis kemampuan belajar yang bebeda akan membutuhkan kemampuan belajar sebelumnya yang berbeda dan kondisi eksternal yang berbeda pula.
        
¨     Masalah-Masalah Belajar Internal dan Eksternal
       Masalah yang dihadapi dalam mendidik anak tidak dapat dihindari. Masalah-masalah tersebut akan senantiasa ada dan tidak dapat dihilangkan. Akan tetapi yang menjadi inti adalah bagaimana menanggulangi masalah-masalah tersebut. Identifikasi dalam masalah anak dibagi menjadi 2 faktor, yaitu :
  1. Internal
  2. Eksternal
         Secara umum, kondisi belajar internal dan eksternal akan mempengaruhi belajar. Kondisi itu antara lain, pertama, lingkungan fisik. Kedua, suasana emosional siswa. Suasana emosional siswa akan memeberi pengaruh dalam proses pembelajaran siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional siswa sedang labil maka proses belajarpun akan mengalami gangguan. Ketiga, lingkungan sosial.




Terdapat masalah eksternal dan internal antara lain ;
1. Masalah belajar internal adalah masalah-masalah yang timbul dari dalam diri siswa. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:
§ Kesehatan
§ Rasa aman
§ Faktor kemampuan intelektual
§ Faktor afektif seperti perasaan dan percaya diri
§ Motivasi
§ Kematangan untuk belajar
§ Usia
§ Jenis kelamin
§ Latar belakang sosial
§ Kebiasaan belajar
§ Kemampuan mengingat
§ Kemampuan penginderaan seperti: melihat, mendengar, atau merasakan.
2. Masalah belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan kekurangberesan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa, seperti :
§ Kebersihan rumah
§ Udara yang panas
§ Ruang belajar yang tidak memenuhi syarat
§ Alat-alat pelajaran yang tidak memadai
§ Lingkungan sosial maupun lingkungan alamiah
§ Kualitas proses belajar mengajar [5]


Masalah pendidikan anak yang berasal dari luar (eksternal) sama besarnya dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak. Anak yang menempuh pendidikan formal atau bersekolah akan menemui permasalahan eksternal ini. Jadi bisa dikatakan bahwa masalah internal berasal dari interaksi anak dengan keluarga, baik orang tua maupun saudara dan keluarga, sedangkan masalah eksternal ini timbul dari interaksi si anak saat bersekolah.
         Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan jenjang pendidikan yang termasuk jalur sekolah terdiri atas: pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. [6]
         Berikut ini dibahas mengenai masalah-masalah belajar di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
¨           Masalah-Masalah Belajar di Sekolah Dasar
       Sekolah dasar yang menjadi tempat basic dalam menimba ilmu bagi para pelajar yang berusia 6-12 tahun, menjadi tempat permulaan untuk mengetahui dan menggali pengetahuan siswa akan ilmu pengetahuan. Tak terlepas dari ilmu geografi, yang juga dipelajari di Sekolah Dasar (SD). Ilmu geografi ini termasuk dalam Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat Sekolah Dasar (SD).
         Pada dasarnya, pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta dan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Berikut ini adalah masalah eksternal dan internal di SDN Sudimara 16 Tangerang (sekolah ini pernah menjasi bahan observasi pada mata kuliah lain) yang menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam kaitannya pada ilmu geografi (Ilmu Pengetahuan Sosial) antara lain adalah:
1.Prosedur evaluasi tidak jelas dalam proses pembelajaran ilmu geografi.
2.Guru menggunakan instrumen evaluasi yang tidak tepat.
3.Guru tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi sebagai bahan feed-back.
4.Konsekuensi dari materi pelajaran (ilmu geografi) tidak berstruktur.
5. Materi pelajaran yang disajikan tidak relevan dengan tujuan pembelajaran.
6.Guru kurang mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dari materi pelajaran yang diberikan. Ini terlihat dalam materi ilmu geografi yaitu: susunan batuan dan struktur bumi yang dipelajari tidak dalam satu pokok bahasan. Sehingga, dapat dikatakan mempersulit siswa.
7.Guru kurang menguasai materi. Tergambar jelas dalam penyampaian materi geografi kepada siswa, ini kemungkinan dikarenakan guru yang menyampaikan materi geografi adalah guru yang berlatar pendidikan ilmu bidang lain, seperti : bidang ekonomi, sosiologi, sejarah, matematika, maupun bidang ilmu lainnya. Sehingga, guru dapat dikatakan kurang menguasai materi.
8.Sangat terikat pada satu metode saja. Dalam menyajikan bahan pelajaran geografi (Ilmu Pengetahuan Sosial), pada tingkat Sekolah Dasar (SD) di SDN Sudimara 16 Tangerang hanya menggunakan metode ceramah saja sehingga siswa tidak atraktif.
9.Kurang bervariasi dalam menggunakan metode.
10.  Guru belum menggunakan media yang tepat. Dalam hal ini, ilmu geografi seharusnya disampaikan dengan media yang tepat, sehingga siswa senang mempelajarinya.
11.  Keadaan sarana yang kurang tepat.
12.  Banyaknya guru Sekolah Dasar (SD) kurang menggunakan perpustakaan sebagai sumber belajar. Ini mungkin dikarenakan pada sekolah ini, kurangnya biaya pada pembangunan perpustakaan dan kurang tersedianya buku-buku.
13.  Kurangnya motivasi dalam diri siswa dalam menekuni ilmu geografi (Ilmu Pengetahuan Sosial). Kemungkinan dikarenakan minat siswa pada mata pelajaran lain, terutama matematika.
14.  Tingkat pendidikan keluarga yang rendah yaitu maksimal SMP, sehingga menumbuhkan motivasi buruk dalam diri siswa.
15.  Tingkat kebiasaan belajar siswa yang kurang dalam belajar bidang ilmu geografi sehingga menimbulkan kesan buruk pada materi geografi.

         Solusi untuk mengatasi masalah internal dan eksternal di tingkat Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
1.Guru diharuskan mengikuti bagaimana perkembangan dan kemajuan siswa.
2.Siswa harus mendapat dorongan atau motivasi untuk meningkatkan prestasi dalam proses belajar mengajarnya.
3.Menumbuhkan sikap rajin belajar dan giat pada diri siswa.
4.Guru menerapkan prinsip dan evaluasi yang efektif dan efisien dalam pembelajaran ilmu geografi.
5.Guru terampil menggunakan setiap metode dengan baik dalam materi yang berkaitan ilmu geografi.
¨     Masalah-Masalah Belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
         Pendidikan pada tingkat Menengah bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan social, budaza, dan alam sekitarnya. [7]
         Berikut ini adalah masalah eksternal dan internal di SMPN 58 Jakarta (sekolah ini merupakan tempat observasi pada mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran) yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam kaitannya pada ilmu geografi (Ilmu Pengetahuan Social Terpadu) antara lain adalah:
1.Guru kurang menguasai teknik-teknik evaluasi.
2.Kebanyakan guru tidak melakukan administrasi hasil evaluasi dengan baik. Hal ini dikarenakan dalam proses penilaian untuk siswa, guru kurang mengetahui kinerja siswa dalam mata pelajaran ini.
3.Guru kurang terampil dalam mengorganisasikan materi pelajaran. Kemungkinan karena ilmu geografi masuk pada mata pelajaran lain atau digabung dalam Ilmu Pengetahuan Sosial. Sehingga dalam menyampaikan materi kurang tanggap kepada siswa.
4.Guru kurang meguasai beberapa sistem penyajian yang menarik dan efektif.
5.Guru belum menggunakan media dengan tepat.
6.Kurangnya buku-buku bacaan ilmiah yang berkaitan dengan ilmu geografi. Ini dikarenakan perpustakaan di SMPN 58 Jakarta sedang dalam upaya pertambahan buku-buku, tetapi dalam kenyataannya akan segera menunjang kegiatan membaca di sekolah tersebut.
7.Tingkat pendidikan keluarga yang rendah pada keluarga siswa yaitu maksimal SMP, sehingga menumbuhkan motivasi buruk dalam diri siswa.
8.Kurangnya tingkat percaya diri siswa dalam belajar ilmu geografi (IPS Terpadu), dikarenakan pada diri siswa sudah terkonsep pikiran pada diri siswa bahwa geografi merupakan pelajaran sulit dan harus menghapal terus.
         Solusi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah tersebut antara lain : Guru menggunakan media yang tepat dalam penyampaian pelajaran geografi, guru ikut membantu siswa dalam menumbuhkan motivasi siswa dalam menguasai mata pelajaran, dan guru diharapkan terampil dalam mengorganisasikan ilmu geografi.
¨           Masalah-Masalah Belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA)
         Berikut ini adalah masalah eksternal dan internal di SMAN 3 Tangerang yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam kaitannya pada ilmu geografi antara lain adalah:
1.Guru kurang membimbing bagaimana seharusnya cara belajar efektif dalam pelajaran geografi pada khususnya.
2.Kurangnya buku-buku bacaan ilmiah yang berkaitan dengan ilmu geografi.
3.Guru kurang mengerti tentang kemampuan dasar siswa dalam mata pelajaran geografi pada khususnya.
4.Materi yang diberikan sangat luas. Ini dikarenakan geografi dipelajari pada tingkatan kelas X, XI IPS dan XII IPS.
5.Pemilihan metode kurang relevan dengan mata pelajaran geografi.
6.Tidak adanya minat yang tinggi dalam mata pelajaran geografi dikarenakan banyaknya mata pelajaran lain, seperti: ekonomi, matematika, akuntansi, teknologi informasi, dan sejarah. Sehingga, ilmu geografi menjadi kurang berminat dalam diri siswa.
7.Guru dalam menyajikan materi, kurang bervariasi.
8.Ketidakpercayaan diri siswa dalam proses belajar pada ilmu geografi.
9.Kurang adanya motivasi belajar dalam belajar geografi, dikarenakan geografi menjadi pelajaran ”sampingan”.
         Terdapat bermacam-macam solusi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah tersebut antara lain :
·         guru menyajikan materi geografi perlu menguasai beberapa teknik dalam menyampaikan materi,
·         guru memebatasi daerah materi pelajaran geografi yang sangat luas-yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan,
·         guru mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dalam menyampaikan materi geografi,
·         guru harus mampu mengembangkan bahan pelajaran (geografi) sesuai dengan kebutuhan siswa,
·         guru menyesuaikan penyajian bahan dengan waktu yang tersedia dalam pelajaran geogarfi,
·         mengembangkan kepercayaan diri siswa dalam menguasai ilmu geografi,
·         siswa termotivasi dalam pelajaran geografi dan pelajaran lainnya,
·         menumbuhkan semangat siswa dan minat pada lingkungan dan alam sekitar yang berkaitan erat dengan ilmu geografi.






DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia
         (KBBI) Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka
Siregar, Eveline dkk. 2007. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
         Universitas Negeri Jakarta
Suratman, KI. 1991. Pedoman Pendidikan Dasar. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
         Indonesia.
Syam, Noor , M. 1988. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Penerbit
         Usaha Nasional.
Vembriarto. 1991. Pedoman Pendidikan Menengah. Jakarta: PT Gramedia
         Widiasarana Indonesia




[1] http: www.wikipedia.org
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka
[3] M.Noor Syam. 1988. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
[4] Eveline Siregar dkk. 2007. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
[5] Eveline Siregar dkk. 2007. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta

[6] KI Suratman. 1991. Pedoman Pendidikan Dasar. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
[7]  Vembriarto. 1991. Pedoman Pendidikan Menengah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

0 comments:

Post a Comment