MATA
KULIAH : TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
¨
HAKEKAT PENDIDIKAN
Pendidikan sangat
penting sekali karena pendidikan adalah fundamen dari pendidikan seorang anak
selanjutnya. Hasil dari pendidikan akan diperoleh seorang serta dapat
menentukan pendidikan anak selanjutnya. Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari
kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan
sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan
merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa
Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare,
yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi
anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan
- Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan
watak, mengubah kepribadian sang anak.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara
dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.[2]
Juga dapat diungkap
bahwa pendidikan dalam masyarakat adalah tempat mengenal konsep-konsep dan
sikap-sikap dalam pergaulan, terutama perilaku dalam hidup bermasyarakat.
Pendidikan
adalah aktivitas dan usaha untuk meningkatkan kepribadian manusia dengan jalan
membina potensi-potensi pribadi, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, budi
nurani) dan jasmani (panca indera serta ketrampilan-ketrampilan). [3]
Dari
pengertian-pengertian tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah
upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan
rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya. Dalam pendidikan terdapat
dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa).
Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja
proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan
dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain.
Kegiatan
belajar yang ada dapat dihayati oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat di
amati oleh orang lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa)
ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar
(guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami oleh pelajar terkait dengan
pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang
juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan
atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau
rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan
pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar
sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan
menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju
kemandirian. Dalam
proses belajar, diperlukan kondisi belajar yang bagus dalam menunjang kegiatan
belajar mengajar.
Kondisi
belajar dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dialami siswa dalam
melaksanakan belajar. Gagne dalam bukunya “Condition
of Learning” (1977) menyatakan “The
occurence of learnings inferred from a differences in human being’s performance
before and after being placed in a learning situation”. Terjadinya belajar
pada manusia dapat disimpulkan bila terdapat perbedaan dalam penampilan atau
kinerja manusia sebelum dan sesudah ia menyatakan bahwa “kondisi belajar adalah
suatu situasi belajar (learning situation) yang dapat menghasilkan
perubahan perilaku (performance) pada
seseorang setelah ia ditempatkan pada situasi tersebut.[4]
Gagne membagi kondisi belajar atas
dua, yaitu :
1.Kondisi internal (internal condition): kemampuan yang
telah ada pada diri individu sebelum ia mempelajari sesuatu yang baru. Kondisi
internal ini dihasilkan oleh seperangkat proses transformasi (information processing theory Gagne).
2.Kondisi eksternal (external condition) adalah situasi
perangsang di luar diri si belajar. Kondisi belajar yang diperlukan untuk
belajar berbeda-beda untuk setiap kasus. Jenis kemampuan belajar yang bebeda
akan membutuhkan kemampuan belajar sebelumnya yang berbeda dan kondisi
eksternal yang berbeda pula.
¨
Masalah-Masalah Belajar Internal dan
Eksternal
Masalah yang dihadapi dalam mendidik anak tidak dapat dihindari.
Masalah-masalah tersebut akan senantiasa ada dan tidak dapat dihilangkan. Akan
tetapi yang menjadi inti adalah bagaimana menanggulangi masalah-masalah
tersebut. Identifikasi dalam masalah anak dibagi menjadi 2 faktor, yaitu :
- Internal
- Eksternal
Secara umum, kondisi belajar internal dan eksternal akan mempengaruhi
belajar. Kondisi itu antara lain, pertama,
lingkungan fisik. Kedua, suasana
emosional siswa. Suasana emosional siswa akan memeberi pengaruh dalam proses pembelajaran
siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional siswa sedang labil maka
proses belajarpun akan mengalami gangguan. Ketiga,
lingkungan sosial.
Terdapat masalah eksternal dan internal antara
lain ;
1. Masalah belajar internal adalah masalah-masalah
yang timbul dari dalam diri siswa. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:
§ Kesehatan
§ Rasa aman
§ Faktor kemampuan intelektual
§ Faktor afektif seperti perasaan dan
percaya diri
§ Motivasi
§ Kematangan untuk belajar
§ Usia
§ Jenis kelamin
§ Latar belakang sosial
§ Kebiasaan belajar
§ Kemampuan mengingat
§ Kemampuan penginderaan seperti: melihat,
mendengar, atau merasakan.
2. Masalah belajar eksternal adalah
masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa sendiri atau faktor-faktor
eksternal yang menyebabkan kekurangberesan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang
dari luar diri siswa, seperti :
§ Kebersihan rumah
§ Udara yang panas
§ Ruang belajar yang tidak memenuhi syarat
§ Alat-alat pelajaran yang tidak memadai
§ Lingkungan sosial maupun lingkungan
alamiah
§ Kualitas proses belajar mengajar [5]
Masalah pendidikan anak yang berasal dari luar
(eksternal) sama besarnya dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan
pendidikan anak. Anak yang menempuh pendidikan formal atau bersekolah akan
menemui permasalahan eksternal ini. Jadi bisa dikatakan bahwa masalah internal
berasal dari interaksi anak dengan keluarga, baik orang tua maupun saudara dan
keluarga, sedangkan masalah eksternal ini timbul dari interaksi si anak saat
bersekolah.
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan jenjang pendidikan yang termasuk jalur sekolah terdiri
atas: pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. [6]
Berikut
ini dibahas mengenai masalah-masalah belajar di tingkat Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
¨
Masalah-Masalah Belajar di Sekolah Dasar
Sekolah dasar yang menjadi tempat basic
dalam menimba ilmu bagi para pelajar yang berusia 6-12 tahun, menjadi tempat
permulaan untuk mengetahui dan menggali pengetahuan siswa akan ilmu
pengetahuan. Tak terlepas dari ilmu geografi, yang juga dipelajari di Sekolah
Dasar (SD). Ilmu geografi ini termasuk dalam Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat
Sekolah Dasar (SD).
Pada
dasarnya, pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar
kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi anggota
masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta dan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan menengah. Berikut ini adalah masalah eksternal dan
internal di SDN Sudimara 16 Tangerang (sekolah ini pernah menjasi bahan
observasi pada mata kuliah lain) yang menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) dalam kaitannya pada ilmu geografi (Ilmu Pengetahuan Sosial) antara lain
adalah:
1.Prosedur evaluasi tidak jelas dalam proses
pembelajaran ilmu geografi.
2.Guru menggunakan instrumen evaluasi yang
tidak tepat.
3.Guru tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi
sebagai bahan feed-back.
4.Konsekuensi dari materi pelajaran (ilmu
geografi) tidak berstruktur.
5. Materi pelajaran yang disajikan tidak
relevan dengan tujuan pembelajaran.
6.Guru kurang mempertimbangkan urutan
tingkat kesukaran dari materi pelajaran yang diberikan. Ini terlihat dalam
materi ilmu geografi yaitu: susunan batuan dan struktur bumi yang dipelajari
tidak dalam satu pokok bahasan. Sehingga, dapat dikatakan mempersulit siswa.
7.Guru kurang menguasai materi. Tergambar
jelas dalam penyampaian materi geografi kepada siswa, ini kemungkinan
dikarenakan guru yang menyampaikan materi geografi adalah guru yang berlatar
pendidikan ilmu bidang lain, seperti : bidang ekonomi, sosiologi, sejarah,
matematika, maupun bidang ilmu lainnya. Sehingga, guru dapat dikatakan kurang
menguasai materi.
8.Sangat terikat pada satu metode saja.
Dalam menyajikan bahan pelajaran geografi (Ilmu Pengetahuan Sosial), pada
tingkat Sekolah Dasar (SD) di SDN Sudimara 16 Tangerang hanya menggunakan
metode ceramah saja sehingga siswa tidak atraktif.
9.Kurang bervariasi dalam menggunakan
metode.
10. Guru belum menggunakan media yang tepat.
Dalam hal ini, ilmu geografi seharusnya disampaikan dengan media yang tepat,
sehingga siswa senang mempelajarinya.
11. Keadaan sarana yang kurang tepat.
12. Banyaknya guru Sekolah Dasar (SD) kurang
menggunakan perpustakaan sebagai sumber belajar. Ini mungkin dikarenakan pada
sekolah ini, kurangnya biaya pada pembangunan perpustakaan dan kurang
tersedianya buku-buku.
13. Kurangnya motivasi dalam diri siswa dalam
menekuni ilmu geografi (Ilmu Pengetahuan Sosial). Kemungkinan dikarenakan minat
siswa pada mata pelajaran lain, terutama matematika.
14. Tingkat pendidikan keluarga yang rendah
yaitu maksimal SMP, sehingga menumbuhkan motivasi buruk dalam diri siswa.
15. Tingkat kebiasaan belajar siswa yang
kurang dalam belajar bidang ilmu geografi sehingga menimbulkan kesan buruk pada
materi geografi.
Solusi
untuk mengatasi masalah internal dan eksternal di tingkat Sekolah Dasar adalah
sebagai berikut:
1.Guru diharuskan mengikuti bagaimana perkembangan
dan kemajuan siswa.
2.Siswa harus mendapat dorongan atau
motivasi untuk meningkatkan prestasi dalam proses belajar mengajarnya.
3.Menumbuhkan sikap rajin belajar dan giat
pada diri siswa.
4.Guru menerapkan prinsip dan evaluasi yang
efektif dan efisien dalam pembelajaran ilmu geografi.
5.Guru terampil menggunakan setiap metode
dengan baik dalam materi yang berkaitan ilmu geografi.
¨
Masalah-Masalah Belajar di Sekolah
Menengah Pertama (SMP)
Pendidikan
pada tingkat Menengah bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan
diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian,
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan social, budaza, dan
alam sekitarnya. [7]
Berikut
ini adalah masalah eksternal dan internal di SMPN 58 Jakarta (sekolah ini
merupakan tempat observasi pada mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran)
yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam kaitannya
pada ilmu geografi (Ilmu Pengetahuan Social Terpadu) antara lain adalah:
1.Guru kurang menguasai teknik-teknik
evaluasi.
2.Kebanyakan guru tidak melakukan
administrasi hasil evaluasi dengan baik. Hal ini dikarenakan dalam proses
penilaian untuk siswa, guru kurang mengetahui kinerja siswa dalam mata
pelajaran ini.
3.Guru kurang terampil dalam
mengorganisasikan materi pelajaran. Kemungkinan karena ilmu geografi masuk pada
mata pelajaran lain atau digabung dalam Ilmu Pengetahuan Sosial. Sehingga dalam
menyampaikan materi kurang tanggap kepada siswa.
4.Guru kurang meguasai beberapa sistem
penyajian yang menarik dan efektif.
5.Guru belum menggunakan media dengan tepat.
6.Kurangnya buku-buku bacaan ilmiah yang
berkaitan dengan ilmu geografi. Ini dikarenakan perpustakaan di SMPN 58 Jakarta
sedang dalam upaya pertambahan buku-buku, tetapi dalam kenyataannya akan segera
menunjang kegiatan membaca di sekolah tersebut.
7.Tingkat pendidikan keluarga yang rendah
pada keluarga siswa yaitu maksimal SMP, sehingga menumbuhkan motivasi buruk
dalam diri siswa.
8.Kurangnya tingkat percaya diri siswa dalam
belajar ilmu geografi (IPS Terpadu), dikarenakan pada diri siswa sudah
terkonsep pikiran pada diri siswa bahwa geografi merupakan pelajaran sulit dan
harus menghapal terus.
Solusi
untuk mengatasi berbagai masalah-masalah tersebut antara lain : Guru
menggunakan media yang tepat dalam penyampaian pelajaran geografi, guru ikut
membantu siswa dalam menumbuhkan motivasi siswa dalam menguasai mata pelajaran,
dan guru diharapkan terampil dalam mengorganisasikan ilmu geografi.
¨
Masalah-Masalah Belajar di Sekolah
Menengah Atas (SMA)
Berikut
ini adalah masalah eksternal dan internal di SMAN 3 Tangerang yang menggunakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam kaitannya pada ilmu geografi antara
lain adalah:
1.Guru kurang membimbing bagaimana
seharusnya cara belajar efektif dalam pelajaran geografi pada khususnya.
2.Kurangnya buku-buku bacaan ilmiah yang
berkaitan dengan ilmu geografi.
3.Guru kurang mengerti tentang kemampuan
dasar siswa dalam mata pelajaran geografi pada khususnya.
4.Materi yang diberikan sangat luas. Ini
dikarenakan geografi dipelajari pada tingkatan kelas X, XI IPS dan XII IPS.
5.Pemilihan metode kurang relevan dengan
mata pelajaran geografi.
6.Tidak adanya minat yang tinggi dalam mata
pelajaran geografi dikarenakan banyaknya mata pelajaran lain, seperti: ekonomi,
matematika, akuntansi, teknologi informasi, dan sejarah. Sehingga, ilmu
geografi menjadi kurang berminat dalam diri siswa.
7.Guru dalam menyajikan materi, kurang
bervariasi.
8.Ketidakpercayaan diri siswa dalam proses
belajar pada ilmu geografi.
9.Kurang adanya motivasi belajar dalam
belajar geografi, dikarenakan geografi menjadi pelajaran ”sampingan”.
Terdapat
bermacam-macam solusi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah tersebut antara
lain :
·
guru
menyajikan materi geografi perlu menguasai beberapa teknik dalam menyampaikan
materi,
·
guru
memebatasi daerah materi pelajaran geografi yang sangat luas-yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang diharapkan,
·
guru
mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dalam menyampaikan materi geografi,
·
guru
harus mampu mengembangkan bahan pelajaran (geografi) sesuai dengan kebutuhan
siswa,
·
guru
menyesuaikan penyajian bahan dengan waktu yang tersedia dalam pelajaran
geogarfi,
·
mengembangkan
kepercayaan diri siswa dalam menguasai ilmu geografi,
·
siswa
termotivasi dalam pelajaran geografi dan pelajaran lainnya,
·
menumbuhkan
semangat siswa dan minat pada lingkungan dan alam sekitar yang berkaitan erat
dengan ilmu geografi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka
Siregar,
Eveline dkk. 2007. Buku Ajar Teori
Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta
Suratman,
KI. 1991. Pedoman Pendidikan Dasar.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Syam, Noor , M. 1988. Pengantar
Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Penerbit
Usaha Nasional.
Vembriarto. 1991. Pedoman
Pendidikan Menengah. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
[1] http: www.wikipedia.org
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Edisi Kedua. Jakarta :
Penerbit Balai Pustaka
[3] M.Noor Syam. 1988. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Penerbit Usaha
Nasional.
[4] Eveline Siregar dkk. 2007. Buku
Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Universitas Negeri Jakarta
[5] Eveline Siregar dkk. 2007. Buku
Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Universitas Negeri Jakarta
[7]
Vembriarto. 1991. Pedoman
Pendidikan Menengah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
0 comments:
Post a Comment