MATA KULIAH:
TEORI PROSES DAN SOSIAL BUDAYA
TEORI PROSES DAN SOSIAL BUDAYA
HAKIKAT KEBUDAYAAN
A.
Berbagai
Rumusan Kebudayaan
Usaha
para pakar untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan apakah hakikat kebudayaan
itu, maka dapat disimpulkan bahwa inti dari setiap kebudayaan ialah manusia.
Dengan kata lain, kebudayaan adalah khas insani. Hanya manusia berbudaya dan
mebudaya. Tidak mengherankan apabila usaha untuk mencari jawaban terhadap
hakikat kebudayaan akan mampir dalam pertanyaan mengenai hakikat manusia.
Barangkali disinilah terletak afinitas antara pendidikan dan kebudayaan.
Kedua-duanya merupakan khas insani oleh sebab itu pendidikan dan kebudayaan
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Menurut Beals dan Hoyer, kebudayaan diturunkan kepada
generasi-generasi penerus lewat proses belajar melalui melihat, dan meniru
tingkah laku orang lain. Namun kebudayaan itu sendiri bukanlah tingkah laku.
Yang dipelajari adalah cara bertindak (the
ways of behaving). Cara bertindak manusia didalam lingkunan kebudayaan
tertentu mengikuti pola-pola ideal atau pola budaya. Menurut Ruth Benedict, hal
ini sebagai pola-pola kebudayaan (patterns of culture). Didalam kaitan ini
sangat menarik rumusan pakar yang mengatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu
proses dinamis yaitu penciptaan, penertiban, penertiban, dan pengolahan
nilai-nilai insani.
Pakar etnologi beranggapan bahwa kebudayaan manusia berkembang
dari bentuk primitf kepada bentuk yang modern. Pada umumnya antropologi budaya
mengenal relativisme budaya. Hal ini berarti bahwa perbedaan didalam berbagai
kebudayaan adalah komplektivitasnya bukan tinggi rendah derajatnya. Setiap
kebudayaan itu unik dan terus berkembang. Tidak ada suatu kebudayaan yang
statis. Selain itu, dalam setiap kebudayaan terdapat suatu unsur-unsur
universal yang berlaku dalam setiap anggotanya, dan ada pula unsur-unsur
kekhususan yang dianut oleh selinggintir orang.
B.
Rumusan
Edward B.Taylor
Menurut Edward B. Taylor dalam bukunya Primitive Culture
yang terbit tahun 1871 mengenai budaya antara lain:
“Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang
kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat,
serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat.”
Berbagai definisi tentang keterkaitan antara proses
pendidikan dan pembudayaan.
1. Kebudayaan
merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti bahwa kebudayaan
merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari bagian-bagian.
2. Kebudayaan
merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang material artinya berupa
bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni
dan sebagainya.
3. Kebudayaan
dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya kelompok-kelompok
keluarga.
4. Kebudayaan
dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hukum,
adat-istiadat yang berkesinambungan.
5. Kebudayaan
merupakan suatu realitas yang objektif, yang dapat dilihat.
6. Kebudayaan
diperoleh dari lingkungan.
7. Kebudayaan
tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing tetapi yang
hidup didalam suatu masyarakat tertentu.
Definisi Taylor juga memberikan penekanan kepada factor
manusia yang memeperoleh nilai-nilai tersebut dari masyarakatnya. Hal ini
berarti betapa pentingnya masyarakat manusia didalam perkembangan manusia itu
sendiri. Selain itu, definisi Taylor juga menyebut berbagai kebiasaan lainnya
yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakatnya.
Rumusan Taylor juga menunjukkan tidak adanya perbedaan antara
kebudayaan dan peradaban. Kesamaan arti ini pula juga dianut oleh
Koentjaraningrat. Mengenai kesamaan dan perbedaan arti kedua istilah ini telah
diuraikan pada bagian awal. Beberapa ahli memberikan perbedaan antara kedua
pengertian tersebut. Ada yang memberikan arti peradaban (civilization) sebagai nilai-nilai yang halus didalam kebudayaan,
termasuk kemajuan teknologi, tatakrama, dan sebagainya.
Dalam rumusan Taylor juga ditekankan betapa pentingnya peranan
nilai-nilai didalam kebudayaan. Tidak dapat kita menggambarkan kebudayaan tanpa
nilai-nilai. Selama Orde Baru kita lihat nilai-nilai luhur Pancasila yang hidup
dan berkembang didalam kebudayaan Indonesia telah direduksi menjadi pengetahuan
mengenai nilai-nilai yang terlepas atau dengan yang lain. Akibatnya, kita lihat
Pancasila lebih merupakan pengetahuan daripada penghayatan serta perwujudan
nilai-nilai tersebut didalam kehidupan bersama. Pendidikan telah dilepaskan
dari kaitannya yang hakiki dengan kebudayaan. Sedangkan, pendidikan sendiri
adalah suatu hal yang normative sebagaimana kebudayaan itu sendiri adalah
normative.
Adanya keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat bukan berarti
bahwa kehidupan individu hanyalah sekadar skrup didalam kehidupan bersama
masyarakat. Yang diperlukan adalah adanya kebebasan individu yang
bertanggungjawab dalam mengikuti keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal
ini berari bahwa kesadaran hukum dan tunduk kepada hukum yang berlaku merupakan
syarat yang diperlukan dalam suatu kehidupan yang berketeraturan.
Kebudayaan merupan suatu proses pemanusiaan artinya dalam
kehidupan berbudaya terjadi perubahan, perkembangan, motivasi. Proses
pemanusiaan diarahkan kepada apa yang pantas diinginkan (diserable). Hidup demokrasi adalah hidup yang diarahkan kepada
sesuatu yang diserable.
Bahwa kebudayaan memberikan petunjuk atau pengaruh dari proses
humanisasi. Kebudayaan memberi arah bagi perkembangan pribadi dalam bentuk
struktur dinamika yang ada dan arah dari kebudayaan tersebut didalam lingkungan
sesama manusia. Selanjutnya kita lihat bahwa kebudayaan merupakan yang kompleks
dan tidak dapat diredusir hanya dalam satu atau beberapa nilai saja misalnya
nilai iptek, atau kepercayaan atau seni saja, tetapi merupakan suatu kompleks
dari nilai-nilai keseluruhan. Mengabaikan beberapa nilai kebudayaan pada
gilirannya akan menghasilkan suatu proses pemanusiaan yang kurang lengkap.
Melihat kepada nilai-nilai kebudayaan yang beragam, kompleks,
dan terintegrasi, maka proses pendidikan tidak dapat dilihat dari satu titik
pandang saja tetapi harus menggunakan pandangan yang multidisipliner seperti
filsafat, antropologi, sosiologi, biologi, psikologi, dan seterusnya. Bahwa
kebudayaan adalah normatif karena diarahkan oleh suatu kompleks nilai-nilai
yang diakui bersama didalam suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan
sendirinya adalah suatu proses normative, bukan buta nilai.
C.
Pandangan
Ki Hadjar Dewantara
Mengkaji Ki Hadjar Dewantara Bapak Pembangunan Pendidikan
Nasional tentang konsepnya mengenai kebudayaan nasional. Konsep Ki Hadjar Dewantara
tersebut dikenal dengan teori Trikon.
Menurutnya, kebudayaan berarti buah budi manusia yang merupakan hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yanitu alam dan zaman (kodrat dan
manusia). Dalam perjuangan tersebut terbukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran guna mencapai dan kebahagiaan yang
pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Rumusan tersebut mengandung beberapa
hal penting yaitu: 1) kebudayaan selalu bersifat kebangsaan (nasional) dan
mewujudkan sifat atau watak kepribadian bangsa. Inilah sifat kemerdekaan
kebangsaan dalam arti cultural. 2) tiap-tiap kebudayaan menunjukkan keindahan
dan tingginya adat kemanusiaan pada hidup masing-masing bangsa yang
memilikinya. Keluhuran dan kehalusan hidup manusia tersebut selalu dipakainya
sebagai ukuran, 3) tiap-tiap kebudayaan sebagai buah kemenangan manusia
terhadap kekuatan alam dan zaman selalu memudahkan dan melancarkan hidupnya
serta member alat-alat baru untuk meneruskan kemajuan hidup dan memudahkan serta
memajukan dan mempertinggi taraf kehidupan.
Usaha-usaha manusia mengembangkan kebudayaannya, Ki Hadjar
Dewantara mengemukakan hal-hal sebagai berikut: 1) Pemeliharaan kebudayaan
haruslah termasuk memajukan dan menyesuaikan kebudayaan degan pergantian alam
dan zaman, 2) oleh karena isolasi, kebudayaan akan kemunduran dan matinya
hubungan kebudayaan dengan kodra dan masyarakatnya, 3) Pembauran kebudayaan
mengharuskan adanya hubungan dengan kebudayaan lain yang dapat mengembangkan
memperkaya kebudayaan sendiri, 4) kemajuan kebudayaan harus berupa lanjutan
langsung dari kebudayaan sendiri (kontinuitas), menuju kearah kesatuan
kebudayaan dunia (konvergensi) dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian
didalam lingkungan kebudayaan dunia (konsentritas).
Pembinaan kebudayaan nasional Indonesia menurut Ki Hadjar
Dewantara adalah 1) adanya kesatuan alam dan zaman, kesatuan sejarah dahulu dan
sekarang, maka kesatuan kebudayaan Indonesia hanyalah merupakan soal waktu
dalam perwujudannya, 2) sebagai bahan untuk membangun kebudayaan kebangsaan
Indonesia diperlukan sari-sari dan puncak-puncak kebudayaan yang terdapat
diseluruh daerah Indonesia dijadikan sebagai modal isinya, 3) dari luar
lingkungan kebangsaan perlu diambil bahan-bahan yang dapat mengembangkan dan
memperkaya kebudayaan kita sendiri, 4) didalam memasukkan bahan-bahan, baik
kebudayaan daerah kebudayaan asing perlu diingat syarat-syarat Trikon dari
perkembangan kebudayaan, 5) dalam rangka kemerdekaan bangsa tidak cukup hanya
berupa kemerdekaan politik, tetapi juga kesanggupan dan kemampuan mewujudkan
kemerdekaan kebudayaan bangsa, yaitu kekhususan dan kepribadian dalam segala
sifat hidup dan penghidupanya diatas dasar adab kemanusiaan yang luas, luhur
dan dala. Rumusan Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 mengenai kebudayaan dijiwai oleh
konsep Ki Hadjar Dewantara. Penjelasan Pasal 32 tersebut berbunyi: kebudayaan
bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia
seluruhnya.
Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa memang seyogyanya
pendidikan akal harus dibangun setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, dan
selebar-lebarnya agar peserta didik dapat membangun perikehidupannya lahir
batin sebaik-baiknya.
Pendidikan kita telah terisolasi dari kebudayaan sehingga
menghasilkan peserta didik yang berakal tetapi tentu bermoral. Pendidikan
mempunyai arti atau hakikat didalam proses pendidikan itu sendiri sebagai
proses kebudayaan atau pembudayaan. Pranata social sekolah telah diisoliasikan
dari keseluruhan kebudayaan dan telah diarahkan pada pencapaian kemampuan
intelektual semata-mata.
Dengan demikian, antara pendidikan dan kebudayaan tidak ada
garis pemisah bahkan merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi didalam proses
pemanusiaan. Rumusan Koentjaraningrat untuk menjaring afinitas hakikat
pendidikan dan hakikat kebudayaan. Koentjaraningrat merumuskan kebudayaan
sebagai “keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan
belajar, berserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Rumusan
Koentjaraningrat mengenai hakikat kebudayaan tersebut menunjukkan dengan jelas
afinitas hakikat pendidikan didalam kebudayaan.
KESIMPULAN
Kebudayaan merupan suatu proses pemanusiaan artinya dalam
kehidupan berbudaya terjadi perubahan, perkembangan, motivasi. Proses
pemanusiaan diarahkan kepada apa yang pantas diinginkan (diserable). Hidup demokrasi adalah hidup yang diarahkan kepada
sesuatu yang diserable.
Bahwa kebudayaan memberikan petunjuk atau pengaruh dari proses
humanisasi. Kebudayaan memberi arah bagi perkembangan pribadi dalam bentuk
struktur dinamika yang ada dan arah dari kebudayaan tersebut didalam lingkungan
sesama manusia. Selanjutnya kita lihat bahwa kebudayaan merupakan yang kompleks
dan tidak dapat diredusir hanya dalam satu atau beberapa nilai saja misalnya nilai
iptek, atau kepercayaan atau seni saja, tetapi merupakan suatu kompleks dari
nilai-nilai keseluruhan. Mengabaikan beberapa nilai kebudayaan pada gilirannya
akan menghasilkan suatu proses pemanusiaan yang kurang lengkap.
Koentjaraningrat merumuskan kebudayaan sebagai “keseluruhan
gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, berserta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Rumusan Koentjaraningrat mengenai
hakikat kebudayaan tersebut menunjukkan dengan jelas afinitas hakikat pendidikan
didalam kebudayaan.