1. DEFINISI KANTIANISME. Kantianism
adalah falsafah Immanuel Kant, seorang ahli falsafah Jerman yang dilahirkan di
Königsberg, Prussia (kini Kaliningrad, Rusia). Kantianism atau Kantian juga
digunakan untuk menggambarkan kedudukan kontemporari dalam falsafah fikiran,
epistemologi, dan etika.
Kantianisme adalah
pahaman di mana setiap kita mengambil keputusan, kita harus membayangkan
bagaimana kita adalah pihak yang dirugikan. Pahaman ini menjelaskan bahawa bila
dilakukan sesuatu tindakan, maka tindakan itu dilakukan tanpa memperhatikan
kepentingan orang lain.
Pada abad ketujuh belas
dan kelapan belas perkembangan pemikiran falsafah pengetahuan memperlihatkan
aliran-aliran besar: Rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan
mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan falsafah abad
ketujuh belas dan abad kelapan belas, falsafah abad kesembilan belas dan abad
kedua puluh banyak kemunculan aliran-aliran baru dalam falsafat tetapi wilayah
pengaruhnya lebih tertentu. Aliran-aliran tersebut adalah: positivisme,
marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, kantianisme, neo-tomisme dan
fenomenologi.
2. PENGERTIAN POSITIVISME. Positivisme
merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat
dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara
istilah-istilah. Positivisme (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme
rasional, dan juga neo-positivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari
Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Positivisme Logis berpendapat bahwa filsafat
harus mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus dapat
memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah
benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Positivisme adalah suatu
aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika.
Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Positivismemerupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada
kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan
empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi
pengetahuan. Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme logis ini antara lain
Moritz Schlick, Rudolf Carnap, Otto Neurath, dan A.J. Ayer. Karl Popper, meski
awalnya tergabung dalam kelompok Lingkaran Wina, adalah salah satu kritikus
utama terhadap pendekatan neo-positivis ini. Secara umum, para penganut paham
positivisme memiliki minat kuat terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis
terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa
semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan
fakta yang jelas. Sehingga, penganut paham ini mendukung teori-teori paham
realisme, materialisme , naturalisme, filsafat dan empirisme.
A. Postivisme logis adalah suatu faham
filsafat ilmu pengetahuan yang dimulai oleh Lingkaran Wina. Mereka
menggabungkan beberapa aspek dari positivisne August Comte dan Ernest Mach
dengan berapa aspek filsafat analitis. Terutama mereka terpengaruh oleh
filsafat bahasa Wittgenstein. Lingkaran Wina merupakan sekumpulan ilmuan yang
membahas mengenai ilmu pengetahuan. Postivisme logis berkembang di Lingkaran
Wina, namun sedikitnya juga berkembang di Lingkaran Berlin. Positivisme Logis dipopulerkan di inggris
oleh A.J. Ayers. Bagi seorang Positivis Logis sebuah pernyataan baru bermakna,
ketika dia mematuhi prasyarat. Prasyarat itu adalah verifiable. Dengan kata
lain sebuah pernyataan baru memiliki arti jika dia bisa diverifikasi
(dibuktikan secara empiris) atau diturunkan dari preposisi yang bisa
diverifikasi. Pernyataan yang tidak bisa diferivikasi tidak bermakna secara
pengetahuan (walaupun bisa berarti itu memiliki makna emotif). Dengan kata lain
pernyataan-pernyataan dalam metafisika dan agama tidak memiliki makna secara
ilmu pengetahuan. Kalaupun bermakna hanya makna berdasar emosi.
Contoh sederhana dari
prinsip verifikasi misalnya. Sebuah pernyataan “Di luar sedang hujan”, adalah
pernyataan yang bermakna karena orang bisa pergi ke luar dan menengok apakah di
luar hujan atau tidak. Penyataan seperti “Malaikat itu ada!” atau “Setan itu
tidak ada” tidak bisa di benarkan atau disalahkan dengan verifikasi hanya
buang-buang waktu (David Krus, visualstatistics.net). Sayangnya Postivisme
Logis memiliki kelemahan yang fatal. Ini disebabkan karena jika semua
pernyataan yang tidak bisa diverifikasi tidak memiliki makna maka Positivisme
Logis juga tidak memiliki makna karena pernyataan Positivisme Logis sama sekali
tidak bisa diverifikasi karenanya Positivisme Logis tidak bermakna.
B. Asas-asas Positivisme Logis, Ada 3
anak pemikiran yang mempengaruhi postLogis:
1. Empirisme dan positivisme
Prinispnya adalah bahwa observasi
(pengalaman) dijadikan sumber satu-satunya yang terpercaya bagi ilmu
pengetahuan menggantikan akal sehat dan otoritas gereja.
2. Pengaruh metodologi ilmu-ilmu
empiris yang dikembangkan abad ke-19
3. Perkembangan logika simbolik dan
analisa bahasa.
Positifisme logis berpegang pada empat asas yaitu (1) Empiris
adalah segala informasi diperoleh melalui eksperimen, observasi maupun
penelitian, (2) Postivisme adalah adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan
ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas
yang berkenaan dengan metafisika, (3) Logika, (4) Kritik Ilmu.
3.
Pengertian nilai.
#M.
IZUDDIN TAUFIQ. Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan,
pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar
ataupun asal usulnya
#
THOMAS KUHN. Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan,
bail dalam bentuk penolakan maupun pengembangannya.
# Dr.
MAURICE BUCAILLE. Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam
jangka waktu yang lama maupun sebentar.
# NS.
ASMADI. Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui
melalui penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah).
Filsafat ilmu dapat pula
dikelompokan berdasarkan model pendekatan, yaitu:
4. Filsafat ilmu terapan, yaitu filsafat
ilmu yang mengkaji pokok pikiran kefilsafatan yang melatarbelakangi pengetahuan
normatif dunia ilmu. Pada kajian ini dunia ilmu bertemu dengan dunia filsafat.
Jadi filsafat ilmu terapan tidak bertitik tolak dari dunia filsafat melainkan
dari dunia ilmu. Dengan kata lain filsafat ilmu terapan merupakan deskripsi
pengetahuan normatif. Filsafat ilmu terapan sebagai pengetahuan normatif
mencakup:
a. Pengetahuan yang
berupa pola pikir hakekat keilmuan.
b. Pengetahuan mengenai
model praktek ilmiah yang diturunkan dari pola pikir.
c. Pengetahuan mengenai
berbagai sarana ilmiah.
d. Serangkaian nilai yang
bersifat etisyang terkait dengan pola pikir dengan model praktek yang khusus.
Misal etika profesi.
Dengan
filsafat ilmu terapan maka menjadi jelaslah saling hubungan antara objek-objek
dengan metode-metode, antara masalah-masalah yang hendak dipecahkan dengan
tujuan penyelidikan ilmiah, antara pendekatan secara ilmiah dengan pengolahan
bahan-bahan secara ilmiah. Filsafat ilmu murni, yaitu bentuk kajian filsafat
ilmu yang dilakukan dengan menelaah secara kritis dan eksploratif terhadap
materi kefilsafatan, membuka cakrawala terhadap kemungkinan berkembangnya
pengetahuan normatif yang baru. Bila filsafat ilmu terapan berangkat dari ilmu khusus
menuju kajian filosofis, filsafat ilmu murni mengambil arah sebaliknya, yaitu
berangkat dari kajian filosifis terhadap asumsi-asumsi dasar yang ada dalam
ilmu, misalnya terkait dengan anggapan dasar tentang “realitas” dalam ilmu-ilmu
khusus dan konsekuensinya pada pemahaman terhadap “realitas” secara
keseluruhan.
Hubungan
filsafat ilmu dengan epistemology. Filsafat ilmu secara sistematis merupakan
cabang dari rumpun kajian epistemologi. Epistemologi sendiri mempunyai dua
cabang yaitu filsafat pengetahuan (theories of knowledge) dan filsafat ilmu
(theory of science). Objek material filsafat pengetahuan yaitu gejala
pengetahuan, sedang objek material filsafat ilmu yaitu mempelajari
gejala-gejala ilmu menurut sebab terpokok.
5A.
Teori dan Terapan. Dari aspek historis, ilmu-ilmu terapan sebenarnya jauh lebih
tua daripada ilmu-ilmu deduktif dan empiris. Yang menjadikan suatu pengetahuan
sebagai ilmiah bukannya karena pengetahuan itu dapat diterapkan, melainkan
karena sifatnya sebagai hasil pemahaman secara teoritis. Penerapan selalu
mengandaikan proses perubahan yang terarah.
5B. Ilmu, Nilai dan Keadaan Bebas Nilai. Bebas nilai adalah tuntutan bagi
ilmu pengetahuan agar ilmu pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan
nilai-nilai lain diluar ilmu, agar ilmu pengetahuan dikembangkan demi ilmu
pengetahuan dantidak didasarkan pada pertimbangan lain dilaur ilmu pengetahuan.
5C. Ilmu Terapan dan Masalah Pertimbangan
Nilai. Dalam
filsafat ilmu biasanya ruang yang disiapkan untuk membahas ilmu-ilmu terapan
lebih sedikit dibandingkan dengan disediakan untuk membahas ilmu-ilmu murni.
Ilmu-ilmu yang bebas nilai tergantung pada pandangan-pandangan atau
pertimbangan-pertimbangan manusia. Karena ilmu membantu kita dalam mengambil
keputusan bagaimana mengahadapai masa depan ,dan tergantung pada keputusan
seperti apa yang akan kita ambil. Dalam membuat pilihan untuk mengambil
keputusan sudah terkandung pertimbangan-pertimbangan nilai.
0 comments:
Post a Comment